Aku kira bisa meninggalkan dunia liputan tekno untuk selamanya. Belakangan aku sadar hal itu ternyata tidak semudah mengunggah pesan perpisahan di dinding media sosial.
Liputan tekno sudah saya lakukan selama lima tahun terakhir dan dari bidang ini saya mendapatkan banyak hal: teman dan kebahagiaan (kadang juga peluang baru).
Terlibat di Departemen Media Sosial Harian Kompas memang memberi kesibukan dan kebahagiaan dengan caranya. Tapi itu, kesibukan. Waktu yang tersedot untuk memastikan konten dari Harian Kompas bisa tersampaikan ke calon pembaca: para warganet (netizen).
Saat itu saya diharuskan memilih…untuk mengurangi kesibukan dari liputan tekno dan sibuk di departemen medsos…atau tetap liputan dua-duanya dan malah berantakan karena keduanya sulit dipenuhi.
Postingan saya soal pamit yang hanya bertahan dua bulan. Payah.
Pada bulan Maret saya pun membuat pengumuman itu: sepenuhnya berhenti liputan tekno demi mengurusi Departemen Media Sosial. Saat itu kesempatan memang terbuka lebar: halaman di kompas.id serta rubrik Gawai di koran pada hari Selasa selama tiga mingguan.
Saya tetap bahagia, dan sibuk. Meski ada yang hilang.
Dan pengumuman itu hanya bisa bertahan dua bulan saja. Kamis (17/5/2018) akhirnya saya kembali mendatangi lokasi peluncuran ponsel pintar Zenfone 5 di Hotel Four Seasons Jakarta. Saya kembali meliput.
Laporan untuk kompas.id sudah disetor, bisa dibaca di sini dan rencana tulisan panjang untuk versi koran.
Keputusan ini mengingatkan kepada saat semua bermula dari panggilan telepon dari Jakarta meminta saya untuk pindah bertugas ke ibukota.
Dari Bandung semua berasal
Sejak dipindahtugaskan dari Bandung ke Jakarta pada tahun 2013, liputan tekno adalah tempat di mana saya mengawali kiprah sebagai jurnalis di ibukota. Saat itu saya diminta untuk mengisi konten untuk inisiatif digital Harian Kompas yakni koran elektronik “Kompas Siang,” dan konten itu adalah tulisan mengenai teknologi. Saya masih ingat dua rubrik yang mengawali itu semua yakni “Gawai” (atau terjemahan dari kata gadget di bahasa inggris) serta “Teknotrika” yang mengulas soal tren teknologi.
Saat itu konsepnya cukup tegas dan jelas. Gawai adalah rubrik untuk mengulas produk konsumen sementara Teknotrika adalah pembahasan mengenai tren teknologi secara umum.
Saya, sebagai wartawan dari daerah tentu kebingungan untuk memulai itu semua. Saya masih ingat merintis tulisan berdasarkan bahan dari internet seperti perangkat terbaru Apple Mac Pro, sampai mengikuti livestream dari peluncuran produk. Saat itu undangan acara tekno masih sedikit yang saya terima.
Keadaan mulai membaik, jejaring dengan pihak agensi mulai terbangun. Agensi adalah perwakilan yang menghubungkan perusahaan selaku klien mereka kepada wartawan. Dari sanalah liputan tekno mulai berkembang.
Saya pun berkecimpung di zaman yang bergairah. Penuh perkembangan dan kemajuan. Inovasi mengintip di setiap sudut waktu, siap untuk menjungkalkan kesepakatan standar teknologi yang ada.
Medium yang saya pakai juga terus berkembang, dari koran elektronik, situs print.kompas.com, hingga akhirnya kompas.id yang bisa dinikmati oleh para pembaca.
Awal 2017, saya sempat diminta membantu Desk Humaniora yang memiliki cakupan liputan kesehatan, teknologi, lingkungan, pendidikan, dan budaya. Saya kembali ke ritme harian dengan deadline. Liputan tekno sedikit terpinggirkan meski tidak terlupakan.
Sebelum pindah saya diminta untuk mulai merintis inisiatif media sosial bagi Harian Kompas. Diminta terlibat untuk nantinya menggarap upaya Kompas dalam menjangkau pembaca di linimasa.
Hingga bulan Juni 2017, saya resmi masuk Departemen Media Sosial. Ini hal yang baru, meski secara perlahan disadari bahwa kesibukan di dua dunia ini akan berbenturan di masa mendatang.
Dan memang akhirnya terjadi
Saya pun memilih media sosial karena ini hal baru yang menuntut konsentrasi dan perhatian penuh dalam belajar. Itulah kenapa status tertanggal dua bulan lalu itu akhirnya terpampang.
Awal Baru
Apa yang terjadi sesudah ini? Tentu saya akan sama-sama terlibat di dunia ini. Semoga masa belajar selama dua bulan cukup memberi bekal agar bisa mendamaikan keduanya.
Dan kembali menggarap liputan tekno pun tidak sekadar nostalgia semata. Ada semangat baru untuk menonjolkan konten tekno di koran.
Saya memang sempat merasa lelah dan buntu tapi rehat dua bulan terbukti efektif. Untuk sekarang saya belum bisa berbagi rencana lengkapnya.
Semoga, detail baru itu bisa diungkapkan dalam waktu dekat ini. Mohon bersabar.
Sementara itu, saya harus memulai dari awal lagi, berkenalan lagi, seperti anak baru pindah ke Jakarta lima tahun lalu.