
Hingga muncul sebuah anekdot bahwa lebih mudah untuk meminta PIN BB seseorang ketimbang nomor telepon.Celakanya, lingkar pergaulan saya, baik wartawan atau narasumber, tiba-tiba bersepakat untuk memakai BB dan BBM sebagai cara untuk berkomunikasi. Bagi wartawan, menjadi sebuah kelaziman untuk membentuk grup sesuai beat liputan seperti kepolisian, Gedung Sate (untuk liputan di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kebudayaan, pendidikan, dan seterusnya. Apa jadinya bila kita berada di luar lingkaran sosial seperti itu? Berharap seseorang yang mendapatkan informasi dari lingkar BBM lantas memindahkan ke layanan percakapan lainnya seperti Whatsapp. Apa yang terjadi dengan Whatsapp? Baik-baik saja sebetulnya. Jumlah pengguna terus tumbuh dan mulai banyak dipergunakan. Saat itu, hanya ada pertukaran teks, tidak ada percakapan suara atau bahkan video. Tapi mereka harus tahu diri, sangat susah untuk meruntuhkan dominasi BBM dengan pengguna yang sangat loyal. Hingga kemudian mereka mengumumkan bahwa BBM akan tersedia lintas platform. Alias bisa diunduh di ponsel pintar dengan sistem operasi Android dan iOS. Awalnya aplikasi ini tersedia pada bulan September 2013 tapi lantas mundur sebulan gara-gara aplikasi yang bocor dan isu teknis lainnya. Lantas pada bulan Oktober 2013, tepatnya tanggal 21, layanan BBM tersedia untuk perangkat Android. Saya masih ingat saat mengunduh aplikasi ke ponsel Android, menjalankan untuk pertama kali, meminta identitas dan begitu diverifikasi, layanan percakapan BBM di ponsel BB saya tidak bisa dipergunakan lagi (kecuali berganti identitas). Saya gembira saat itu, tapi pada saat yang sama mulai berpikiran bahwa akan ada konsekuensi yang cukup besar yang harus dialami Research in Motion (RIM), perusahaan di belakang Blackberry. Yang terjadi berikutnya mungkin tidak bisa diceritakan secara detail karena begitu banyak yang terjadi. Perangkat Blackberry merosot pamornya, RIM menyerah, Blackberry Messenger harus berbagi pasar dengan Whatsapp yang terus berinovasi dengan fitur percakapan video, GIF, dan masih berlangsung hingga kini, belum lagi anak muda yang memutuskan untuk memakai layanan seperti LINE. Dan fast forward hingga beberapa tahun terakhir. Sekarang kita melihat nama Blackberry yang kini tidak lagi satu kendali. Dari sisi perangkat, PT Blackberry Merah Putih kini memegang lisensi produk ponsel untuk wilayah penjualan Indonesia. Mereka terus berjuang merebut kembali pasar dengan menawarkan ponsel yang mengikuti layar sentuh (sudah tidak bisa dibilang lagi sebagai tren memang) lewat seri Aurora. Ada juga seri KeyONE yang mempertahankan papan tuts dan mengincar para pengguna setia BB yang enggan beranjak menggunakan navigasi layar sentuh. Di sisi lain, masih ada Blackberry selaku penyedia solusi terpadu untuk korporasi. Dan ada juga layanan percakapan atau BBM yang sekarang bekerja sama dengan EMTEK untuk menggarap pasar di Indonesia. Penjelasan soal EMTEK bisa dibaca dengan klik hyperlink yang disertakan ini. Sejak tahun 2016, BBM menjadi aplikasi yang punya rumah di Indonesia.
Undangan
Hari Jumat (7/12/2018) siang, saya beranjak dari kantor untuk menuju ke Senayan City. Bukan untuk ngabur (kalaupun iya, itu juga bukan lokasi yang ideal), tapi memenuhi undangan dari kawan Iwan Kurniawan untuk ngobrol bareng. Ada niat lain sebetulnya, lagi butuh kesempatan jalan buat ambil video menggunakan ponsel Redmi Note 6 Pro yang sedang dipinjamkan ke saya. Saya berniat untuk membuat video untuk menunjukkan kemampuannya, nantinya diunggah dalam tulisan Klinik Foto yang terbit pada hari Minggu (9/12/2018).“Yuk maen ke kantor BBM,” ujarnya saat itu. Dan aku langsung mengiyakan. Kenapa tidak.

Jadi, ngapain aja selama ini?Dijelaskan bahwa BBM sedang mempersiapkan strategi untuk kembali sebagai pemain besar di industri komunikasi di Indonesia. Dan untuk menjaga stamina dan waktu anda, saya akan menyarikan hal-hal itu ke dalam beberapa poin.
Super App
Bukan karena mentang-mentang baru saja ada peluncuran video trailer Avengers: Endgame, lantas saya pakai istilah super-super segala. Istilah ini memang lama dipakai, sebelumnya sudah dipakai oleh layanan seperti LINE atau WeChat.Panggil saya BBM
Pertanyaan saya yang paling menjengkelkan tentu soal kiat diferensiasi di pasar Indonesia mengingat ada tiga nama yang menggunakan “Blackberry” yakni BBM, ponsel pintar, dan layanan. Solusi yang diperkenalkan adalah upaya komunikasi untuk menyebut layanan itu dengan nama BBM saja. Ini mirip dengan nama stasiun televisi TPI yang sudah lama meninggalkan nama panjangnya “Televisi Pendidikan Indonesia” karena saat itu acaranya didominasi musik dangdut. Tapi apakah itu cukup? Itulah saat saya kemudian diajak naik ke Menara SCTV dan berkunjung ke beberapa lantai. Ada tiga lantai yang saya kunjungi, lokasi pertama adalah tempat para coder berkantor. Saya datang dan melihat para penulis kode yang duduk berpasangan, satu fokus mengetik dan satu lagi memerhatikan layarnya.
“Apa gunanya kalau ngomong sekarang, terlebih kami masih menjadi seorang challenger, belum jadi leader. Tunggu strategi kami membuahkan hasilnya,”
