Site Overlay

BBM Pensiun dari Aplikasi Chatting?

Saya berdiri dari dalam kantor BBM di Menara SCTV pada hari Jumat (7/12/2018). Tampak di kejauhan, Menara Kompas.
Iya, BBM. Sebelum chatting disebut dengan wasapan (Whatsapp), ada era dalam hidup masyarakat Indonesia yang lekat dengan istilah BBM-an. Bukan BBM bahan bakar minyak, tapi Blackberry Messenger. Lama tidak terdengar, akankah mereka pensiun? Saya teringat masa menjadi wartawan yang bertugas untuk wilayah Bandung Raya, era Whatsapp mulai tumbuh tapi BBM adalah keharusan sebagai komunikasi. Hampir semua rekan wartawan atau narasumber punya perangkat ponsel pintar Blackberry. Dua istilah ini menjadi saling tidak tergantikan, BBM dan BB. Layanan percakapan BBM menjadi teknologi yang eksklusif bagi perangkat ponsel BB. Bagaimana dua perangkat bisa berkomunikasi satu sama lain? dengan bertukar kode identitas yakni PIN BB.
Hingga muncul sebuah anekdot bahwa lebih mudah untuk meminta PIN BB seseorang ketimbang nomor telepon.
Celakanya, lingkar pergaulan saya, baik wartawan atau narasumber, tiba-tiba bersepakat untuk memakai BB dan BBM sebagai cara untuk berkomunikasi. Bagi wartawan, menjadi sebuah kelaziman untuk membentuk grup sesuai beat liputan seperti kepolisian, Gedung Sate (untuk liputan di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kebudayaan, pendidikan, dan seterusnya. Apa jadinya bila kita berada di luar lingkaran sosial seperti itu? Berharap seseorang yang mendapatkan informasi dari lingkar BBM lantas memindahkan ke layanan percakapan lainnya seperti Whatsapp. Apa yang terjadi dengan Whatsapp? Baik-baik saja sebetulnya. Jumlah pengguna terus tumbuh dan mulai banyak dipergunakan. Saat itu, hanya ada pertukaran teks, tidak ada percakapan suara atau bahkan video. Tapi mereka harus tahu diri, sangat susah untuk meruntuhkan dominasi BBM dengan pengguna yang sangat loyal. Hingga kemudian mereka mengumumkan bahwa BBM akan tersedia lintas platform. Alias bisa diunduh di ponsel pintar dengan sistem operasi Android dan iOS. Awalnya aplikasi ini tersedia pada bulan September 2013 tapi lantas mundur sebulan gara-gara aplikasi yang bocor dan isu teknis lainnya. Lantas pada bulan Oktober 2013, tepatnya tanggal 21, layanan BBM tersedia untuk perangkat Android. Saya masih ingat saat mengunduh aplikasi ke ponsel Android, menjalankan untuk pertama kali, meminta identitas dan begitu diverifikasi, layanan percakapan BBM di ponsel BB saya tidak bisa dipergunakan lagi (kecuali berganti identitas). Saya gembira saat itu, tapi pada saat yang sama mulai berpikiran bahwa akan ada konsekuensi yang cukup besar yang harus dialami Research in Motion (RIM), perusahaan di belakang Blackberry. Yang terjadi berikutnya mungkin tidak bisa diceritakan secara detail karena begitu banyak yang terjadi. Perangkat Blackberry merosot pamornya, RIM menyerah, Blackberry Messenger harus berbagi pasar dengan Whatsapp yang terus berinovasi dengan fitur percakapan video, GIF, dan masih berlangsung hingga kini, belum lagi anak muda yang memutuskan untuk memakai layanan seperti LINE. Dan fast forward hingga beberapa tahun terakhir. Sekarang kita melihat nama Blackberry yang kini tidak lagi satu kendali. Dari sisi perangkat, PT Blackberry Merah Putih kini memegang lisensi produk ponsel untuk wilayah penjualan Indonesia. Mereka terus berjuang merebut kembali pasar dengan menawarkan ponsel yang mengikuti layar sentuh (sudah tidak bisa dibilang lagi sebagai tren memang) lewat seri Aurora. Ada juga seri KeyONE yang mempertahankan papan tuts dan mengincar para pengguna setia BB yang enggan beranjak menggunakan navigasi layar sentuh. Di sisi lain, masih ada Blackberry selaku penyedia solusi terpadu untuk korporasi. Dan ada juga layanan percakapan atau BBM yang sekarang bekerja sama dengan EMTEK untuk menggarap pasar di Indonesia. Penjelasan soal EMTEK bisa dibaca dengan klik hyperlink yang disertakan ini. Sejak tahun 2016, BBM menjadi aplikasi yang punya rumah di Indonesia.

Undangan

Hari Jumat (7/12/2018) siang, saya beranjak dari kantor untuk menuju ke Senayan City. Bukan untuk ngabur (kalaupun iya, itu juga bukan lokasi yang ideal), tapi memenuhi undangan dari kawan Iwan Kurniawan untuk ngobrol bareng. Ada niat lain sebetulnya, lagi butuh kesempatan jalan buat ambil video menggunakan ponsel Redmi Note 6 Pro yang sedang dipinjamkan ke saya. Saya berniat untuk membuat video untuk menunjukkan kemampuannya, nantinya diunggah dalam tulisan Klinik Foto yang terbit pada hari Minggu (9/12/2018).
https://twitter.com/eldidito/status/1071025243353829376
Nah, pertemanan dengan kang Iwan ini berlangsung jauh saat masih liputan di Bandung. Setelah di Jakarta untuk meliput teknologi ternyata kembali bersua, kali ini sebagai perwakilan dari agensi Maverick (menangani beberapa klien yang saya liput seperti Oppo dan sempat Microsoft), lantas berpindah ke BBM.
“Yuk maen ke kantor BBM,” ujarnya saat itu. Dan aku langsung mengiyakan. Kenapa tidak.
Saya (kiri) dan kang Iwan (kanan). Pintu di belakang.
Kantor BBM, kalau tidak salah menggunakan nama PT Aplikasi Pesan Indonesia, terletak di menara SCTV atau sering disebut dengan istilah asingnya: SCTV Tower (yaeyalah). Tapi sebelum naik, kita ngobrol dulu. Biasa, menggali informasi biar ga malu-maluin pas di atas. Langsung saya pertanyaan yang saya lontarkan:
Jadi, ngapain aja selama ini?
Dijelaskan bahwa BBM sedang mempersiapkan strategi untuk kembali sebagai pemain besar di industri komunikasi di Indonesia. Dan untuk menjaga stamina dan waktu anda, saya akan menyarikan hal-hal itu ke dalam beberapa poin.

Super App

Bukan karena mentang-mentang baru saja ada peluncuran video trailer Avengers: Endgame, lantas saya pakai istilah super-super segala. Istilah ini memang lama dipakai, sebelumnya sudah dipakai oleh layanan seperti LINE atau WeChat.
https://www.youtube.com/watch?v=wuOvmyuYFMo
Ya kali sapa tau belum nonton.
Apa itu Super App? Ini merujuk pada istilah berupa aplikasi yang menyediakan berbagai layanan. Mungkin perlu sedikit mundur untuk memahami bagaimana aplikasi bekerja, mereka seperti layanan-layanan kecil yang menawarkan fungsi bila dipasang ke ponsel kita. Mau ngobrol? pasang Whatsapp. Mau menghitung? ada aplikasi kalkulator. Mau cek pulsa operator? pasang aplikasi yang resmi disediakan. Lain halnya dengan super app. Mereka menyediakan banyak hal untuk pengguna mulai finansial, informasi, berita terkini, percakapan, hiburan, dan lainnya. Alasan keberadaan super app ini berawal dari satu asumsi bahwa ekosistem perangkat pintar di dunia ini terdiri dari berbagai spesifikasi. Ada kelas flagship yang punya daya komputasi dan kapasitas memory yang lega, memungkinkan untuk memasang banyak layanan sekaligus. Tapi di kutub seberang ada ponsel pintar dengan spesifikasi pas-pasan sehingga harus berpikir keras untuk memasang aplikasi tambahan. Itulah kenapa super app datang memberi solusi. Hanya memasang satu aplikasi sudah bisa mendapatkan banyak layanan. Dengan demikian, konsumsi sumber daya komputasi ponsel pintar bisa lebih ringan ketimbang memasang satu demi satu. Tentu saja pilihan itu juga punya konsekuensi. Super App mengumpulkan ekosistem layanan yang masing-masing punya penggunanya sendiri. Belum tentu semua orang menggunakan layanan yang sama dari seluruh yang ditawarkan oleh super app. Beda kasus dengan di China, ekosistem WeChat yang kuat membuat adopsi teknologi dan fitur lebih gampang. Kembali ke BBM, kini mereka tengah mempersiapkan diri untuk kembali sebagai super app. Bila anda, seorang pengguna lama, tiba-tiba iseng dan memasang aplikasi BBM pasti akan kaget dengan isinya. Tidak lagi daftar percakapan yang menyapa pertama kali, tapi daftar layanan yang bisa dipergunakan. Seperti DANA untuk kebutuhan finansial, lalu ada Vidio sebagai sumber konten. Ada juga Ciayo, layanan membaca komik. Hingga layanan e-dagang seperti Bukalapak. Fitur tersebut tidak sekadar menempel tapi juga terintegrasi. Saya mencoba fitur pengiriman DANA sebesar Rp 1 (iya, satu rupiah) melalui percakapan dan bisa dieksekusi. Saldo DANA saya sekarang Rp 1. Yay! Mirip pula dengan WeChat, ada fitur Uang Kaget yakni angpao yang bisa dibagi-bagi ke teman-teman dalam grup. Teman yang biasa liputan ekonomi tentu langsung paham bahwa layanan yang dihadirkan oleh BBM sebetulnya merangkum layanan dari perusahaan yang sahamnya dimiliki EMTEK atau bekerja sama dengannya. Dari sudut pandang bisnis, ini adalah solusi untuk mempertemukan lini bisnis menjadi satu solusi bagi masyarakat.

Panggil saya BBM

Pertanyaan saya yang paling menjengkelkan tentu soal kiat diferensiasi di pasar Indonesia mengingat ada tiga nama yang menggunakan “Blackberry” yakni BBM, ponsel pintar, dan layanan. Solusi yang diperkenalkan adalah upaya komunikasi untuk menyebut layanan itu dengan nama BBM saja. Ini mirip dengan nama stasiun televisi TPI yang sudah lama meninggalkan nama panjangnya “Televisi Pendidikan Indonesia” karena saat itu acaranya didominasi musik dangdut. Tapi apakah itu cukup? Itulah saat saya kemudian diajak naik ke Menara SCTV dan berkunjung ke beberapa lantai. Ada tiga lantai yang saya kunjungi, lokasi pertama adalah tempat para coder berkantor. Saya datang dan melihat para penulis kode yang duduk berpasangan, satu fokus mengetik dan satu lagi memerhatikan layarnya.
Suasana di salah satu lantai di kantor BBM, Jumat (7/12/2018).
Ternyata benar, di sana mereka menerapkan pendekatan pair programming yang dipercaya bisa menjamin kualitas produk akhir. Tur dilanjutkan ke dua lantai, satu lantai difungsikan sebagai infrastruktur dari layanan DANA dan lantai terakhir dipergunakan sebagai pusat untuk kegiatan pemasaran. Di sana saya dikenalkan dengan pak Hermawan Sutanto yang menjabat selaku Chief Operating Officer dari PT Aplikasi Pesan Indonesia. Segera saja saya ingat, saya pernah bertemu beliau di acara liputan Microsoft atau Intel. Saya lupa yang mana. Pak Hermawan sendiri pada tanggal 8 Desember 2018 merayakan dua bulan bergabung di Menara SCTV. Dan saya juga dapat informasi bahwa pak Adrie Suhadi, nama di balik merek Lenovo dan Motorola juga baru-baru ini bergabung. Rupanya baru saja ada rekruitmen besar-besaran dan gerbong para pemain di industri TI yang kawakan sedang berkumpul di perusahaan ini. Rupanya ini yang membuat teman-teman di BBM terlihat optimistis menyambut tahun 2019. Pak Hermawan memang berbagi beberapa rencana, tapi dia segera menimpali.
“Apa gunanya kalau ngomong sekarang, terlebih kami masih menjadi seorang challenger, belum jadi leader. Tunggu strategi kami membuahkan hasilnya,”
Aku masih ga yakin, ketemu pak Hermawan itu di acara Intel atau Microsoft.
Strategi itu memang sempat dilontarkan. Namun saya pun memilih untuk menunggu hasilnya sebelum bisa menulis lebih banyak. Terlebih nanti akan saya tuliskan sebagai artikel untuk harian Kompas. Jadi untuk sekarang, saya akan nulis nostalgia saya dengan Blackberry Messenger dan melihat bagaimana BBM melihat tahun 2019 dan tahun-tahun selanjutnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *