Site Overlay

Catatan Harian Seorang Jurnalis Teknologi (2)

Ada Brand, Ada Agensi, Ada-Ada Saja

Meliput isu teknologi tidak akan lepas dari yang namanya brand dan agensi. Keduanya bersimbiosis, salah satunya dalam menjalankan fungsi media relations alias berinteraksi dengan media. Saya banyak belajar mengenai peran agensi yang berdiri di tengah antara klien dan stakeholder mereka yakni wartawan, bagaimana menjaga relasi tanpa mengeksploitasi, dan tetap terlihat rapi.

Memulai liputan teknologi pada tahun 2013 bukanlah hal mudah bagi saya yang sebelumnya merupakan wartawan daerah (tepatnya dari Bandung Raya) yang pindah ke ibu kota. Saya harus menghadapi banyak hal: relokasi keluarga, mencari sekolah untuk anak, dan berburu rumah baru untuk ditinggali. Semua belum termasuk tantangan di kantor: menyesuaikan diri dengan situasi di kantor dengan begitu banyak orang yang harus diingat wajah dan namanya, termasuk departemen baru.

Namun, saya tetap menghadapinya dengan semangat karena satu hal: saya suka dengan hal-hal berbau teknologi. Meski bukan konsumen yang rutin membeli produk terbaru, setidaknya saya menyukai topik tersebut dan entah bagaimana bisa menunjukkan kepada lingkungan kerja bahwa saya punya minat di sana. Itulah kenapa begitu ada peran wartawan penulis teknologi dengan format digital, nama saya ada di dalam daftar dan akhirnya saya pun beralih dari liputan daerah di Bandung ke liputan teknologi di Jakarta.

“Penuh kebingungan” adalah kata yang melintas pertama kali kalau saya mengingat hari-hari awal sebagai jurnalis teknologi. Mulai dari mana, harus ngobrol dengan siapa, dan seterusnya. Beruntung rubrik yang saya tangani berisi tulisan panjang dengan ritme majalah yang terbit berkala setiap minggu, saya punya waktu untuk menyiapkan bahan dan mewawancarai orang yang dibutuhkan.

Di luar itu, undangan-undangan berdatangan ke sekretariat redaksi untuk mengajak hadir ke acara brand teknologi, baik itu peluncuran, pengumuman update, atau sekadar menjalin silaturahmi. Di sanalah saya berinteraksi dengan brand teknologi dari sebelumnya hanya berurusan dengan aparat pemerintah, aparat keamanan, dan warga setempat sewaktu liputan di Bandung.

Ada banyak brand teknologi yang menghubungi media tempat saya bekerja: ada brand smartphone, ada brand komputer, ada brand startup, dan ada juga perusahaan teknologi penyedia solusi. Dan di tengah interaksi-interaksi tersebut, saya berkenalan dengan namanya agensi.

Awalnya saya bingung dengan kehadiran agensi, kenapa mereka harus ada, kenapa membuat hal jadi membingungkan. Bayangkan saya, undangan atas nama sebuah brand tapi pengirimnya adalah pihak agensi. “kenapa tidak dilakukan langsung saja?” begitu batin saya waktu itu. Apakah agensi adalah brand itu sendiri?

Belakangan saya pun belajar tentang peran para agensi ini. Mereka adalah kepanjangan tangan dari brand untuk membantu tugas mereka secara spesifik. Contohnya ada agensi yang berurusan dengan relasi media, ada juga agensi yang dipakai oleh tim marketing dalam mengelola media sosial perusahaan. Intinya, agensi hadir untuk membantu perusahaan yang membutuhkan bantuan, mengelola relasi dengan media merupakan salah satunya.

Saya akan lebih banyak berbicara tentang agensi yang menangani relasi media, dari mereka saya banyak terbantu dalam hal peliputan terhadap sebuah brand meliputi rilis dan konfirmasi tentang acara. Teman-teman agensi memastikan bahwa acara brand yang diselenggarakan pada tanggal tertentu pada jam tertentu di lokasi tertenu bisa terinformasikan kepada jurnalis seperti saya. Tidak berhenti si sana, mereka juga harus memastikan kalau acara yang mereka gelar bakal didatangi oleh jurnalis.

Selama acara, mereka juga hadir untuk memfasilitasi kebutuhan dari wartawan terkait bahan untuk liputan, atau akses wawancara dengan narasumber dari brand. Selesai acara, mereka lah yang bertugas mendistribusikan rilis. Saya masih ingat ketika rilis disebar dalam bentuk kertas cetak sesudah acara, dan wartawan sudah bekerja dengan smartphone mereka, jadi naskah berita sudah bisa ditik di tempat.

Selesai acara berarti selesai? Tentu tidak, mereka kemudian memastikan bahwa jurnalis yang datang bakal menulis berita. Tentu ini membutuhkan seni komunikasi tersendiri. Saya sering mendengar beberapa teman yang ngomel karena mendapatkan pertanyaan “polos” dari rekan agensi soal ini, dengan menanyakan “kenapa belum menulis rilis kami” atau kesalahan lebih fatal lagi: “meminta link pemberitaan”.

Beberapa menyiasati hal ini dengan mengubah kalimat mereka seperti “Apakah masih ada informasi yang dibutuhkan untuk tulisan yang sedang dikembangkan” atau lainnya. Dari sana, kami sadar tentang pentingnya jam terbang karena seni berkomunikasi akan lebih baik kalau terus diasah atau dipraktikkan.

Dari sana saya sadar bahwa kehadiran agensi merupakan kebutuhan yang sulit dielakkan bagi brand karena menangani media butuh sumber daya yang cukup banyak, apalagi kalau jumlahnya puluhan atau bahkan ratusan orang. Relasi tersebut penting karena satu agensi tidak hanya menangani satu klien, tapi bisa beberapa sekaligus dalam periode tertentu. Itulah kenapa kadang kita bertemu satu agensi di sebuah brand smartphone tapi kemudian kembali bertemu di acara brand startup.

Menjalin relasi itu penting karena mereka membangun koneksi yang akan membantu saat menangani klien tertentu. Terkadang mereka akan meminta bantuan kepada jurnalis, dan bantuan akan lebih mudah diberikan kalau ada kedekatan. Dan koneksi ini akan bermanfaat suatu ketika karena kita tidak pernah tahu perjalanan karier seseorang yang jadi anak baru di agensi pada tahun pertama, pada tahun keenam bisa saja melompat ke sisi klien atau brand dan mereka tetap bisa reach out ke teman-teman wartawan.

Foto lawas acara kumpul-kumpul sederhana media-agensi. Semua di foto ini sudah sukses dengan jalannya masing-masing.

Itulah kenapa para tim agensi lantas membangun koneksi dengan berbagai cara, menyapa di luar konteks acara klien, atau cara paling mudah: berteman di media sosial seperti Facebook atau Instagram di mana mereka bisa memberi respon atau berkomentar. Pada saat yang sama media sosial jadi cara paling mudah untuk “kepo” dengan aktivitas jurnalis, terlebih bila dia aktif mengunggah hidupnya di sana.

Dan brand bisa berganti agensi, entah dengan pertimbangannya masing-masing. Itulah kenapa pengetahuan tentang siapa agensi yang handle klien brand tertentu menjadi salah satu perbincangan. Salah satu pertimbangan adalah relasi yang sudah dibangun dan daftar media yang dibawa agensi tersebut. Bisa saja satu media sering diundang ke acara yang ditangani agensi A, tapi bisa saja terlewat dari daftar undangan saat acaranya ditangani agensi B.

Oleh karena itu, kehadiran para agensi menjadi pemandangan umum bagi jurnalis tekno. Mereka menjadi wajah brand dan memastikan bahwa pesan apapun yang disampaikan klien harus tetap sesuai.

Jadi, kalau berkomunikasi dengan tim agensi dan mereka sangat ramah dan membantu, itu artinya mereka sedang menjadi seorang profesional dalam menjalankan tugasnya. Pada saat yang sama, inilah yang sering membuat mereka diperlakukan secara tidak proporsional, dikesankan mengiba atau memelas niat baik dari jurnalis. Ada-ada saja!

Saya dan rekan-rekan jurnalis bekerja dengan kode etik dan rekan-rekan agensi bekerja secara profesional. Menurut saya ini adalah titik temu yang bisa membuat semua pihak bisa berkolaborasi. Bahkan hingga kini saat saya sendiri juga menyeberang ke brand.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *