Site Overlay

WANDAVISION DAN EKSPERIMEN RESIKO TINGGI MARVEL

Disclaimer: baru saja merampungkan penutup serial Wandavision yang ditayangkan di Disney+ Hotstar Jumat 5 Maret 2021. Perlu dijelaskan bahwa saya bukan pembaca komik Marvel, tapi lebih ke penonton Marvel Cinematic Universe (MCU). Tulisan ini akan dibuat dengan sebisa mungkin menghindari spoiler.

Episode 9 Gaspol Remblong

Wandavision yang merampungkan episode kesembilan pada tanggal 5 Maret 2021 kemarin mungkin memunculkan beragam kesimpulan: ada yang puas dan penasaran dengan Phase 4 dari MCU yang mulai bergulir. Setelah ending dari “Avengers: Endgame” ditambah pandemi yang menyebabkan bioskop lumpuh, Marvel dikhawatirkan bakal melewatkan momentum berharga.

Setelah semua hal yang menggantung dituntaskan oleh alur Endgame, penutup Wandavision hadir dengan serangkaian pertanyaan yang (diharapkan) bisa dijawab oleh film/serial dari Phase 4.

Kurang lebih seperti ini ekspresi sebagian penonton Wandavision yang rampung episode 9

Namun tidak sedikit yang kecewa, bahkan marah. Penutup serial Wandavision tidak memenuhi ekspektasi yang sudah terbangun sejak episode awal. Kenapa?

Inilah eksperimen resiko tinggi yang dilakukan Marvel dengan Wandavision: mencoba untuk memikat penikmat MCU yang berasal dari kalangan pembaca komik.

Sebelum saya mulai, saya membuat klasifikasi sendiri atas penonton MCU yakni mereka yang menikmati berdasarkan alur cerita dari film yang dibuat President Marvel Studio Kevin Feige, dan ada penonton yang sebelumnya menikmati kekayaan cerita komik dari Avengers, X-Men, dan berbagai multiverse-nya, mereka paham dinamika dari cerita komik dengan pengembangan karakternya.

Hingga Endgame, dua jenis penikmat MCU ini mengikuti narasi dan alur cerita yang dihadirkan oleh Feige dkk. Para penonton yang juga pembaca komik memaklumi bahwa MCU menyederhanakan banyak hal mulai pengembangan karakter, alur cerita hingga semesta yang hanya terbatas pada sejumlah karakter saja.

“Restu” dari mereka hadir bisa jadi karena eksekusi film MCU terbilang sukses. Para pembaca komik sadar, mereka menjadi minoritas bila protes karena film MCU tidak setia pada alur komiknya. MCU sendiri adalah keberhasilan Feige dalam menjadikan komik yang semula adalah hiburan terbatas menjadi fenomena global. Semua mengakuinya.

Lalu datanglah Endgame yang menjadi saat itu menjadi film pamungkas, sebelum tayang sudah muncul diskusi mengenai bagaimana cara membalikkan keadaan yang terjadi setelah Thanos menjentikkan jari di film Infinity War. Dari diskusi itulah muncul teori mengenai “time heist” atau kembali ke masa lalu untuk membalikkan keadaan sebelum malapetaka terjadi. Dan kurang lebih begitulah yang terjadi di filmnya.

Not gonna lie, ekspresi pertama saya menyaksikan episode 1 adalah: “WTF?!”

Kembali pada Wandavision yang memiliki tugas berat untuk kickstart Phase 4 setelah Endgame selesai. Skeptisisme datang menyapa karena banyak hal: formatnya serial, bukan “tokoh utama” MCU, kenapa settingnya seperti serial sitkom, dan kita semua tahu apa yang terjadi pada Vision di Infinity War.

Inilah eksperimen yang lantas dilakukan: membagikan sejumlah petunjuk sejak episode pertama: tokoh Agnes, helikopter berwarna dengan logo pedang, dan iklan yang punya makna sendiri.

Di mata penonton awam, dua episode awal Wandavision mungkin terasa menyiksa: dibilang sitkom tapi ga lucu dan semua serba membingungkan.

Konspirasi… Konspirasi dimana mana.

Namun yang bekerja sekarang justru mesin fandom, mereka menyadari bahwa plot cerita Wanda yang menciptakan “keluarga ideal” merupakan plot dari salah satu komik, dan dari sana pun mereka menghubungkan dengan detail di serial.

Para pembaca komik dengan cepat mendapatkan petunjuk-petunjuk kecil sepanjang episode dengan komik yang dibaca. Mulai logo pedang yang berarti organisasi S.W.O.R.D., tokoh Monica Rambeau yang punya kaitan dengan Captain Marvel, sampai dugaan nama Agnes merupakan akronim dari Agatha Harkness. Setiap detik dibedah dan dibahas dengan teorinya masing-masing, misalnya keberadaan Mephisto yang terkait dengan Agatha.

Serial ini menautkan tiga karakter dari film berbeda: Darcy dari Thor, Monica dari Captain Marvel, dan Woo dari Ant-Man.

Format episode mingguan dari Wandavision membantu untuk menimbulkan perbincangan di luar tayangan. Setiap episode selesai di hari Jumat, akhir pekan penuh dengan diskusi, pembahasan, serta adu teori mengenai apa yang terjadi dan akan terjadi.

Marvel sendiri memaksimalkan hal ini dengan meletakkan beragam petunjuk dan referensi, termasuk munculnya karakter Evan Peters yang menyebabkan geger di linimasa karena membahas peluang bersatunya semesta Avengers dan semesta X-Men, mereka yakin karena Wanda (alias Scarlet Witch) serta adiknya Peter Maximoff (alias Quicksilver) ada di dua semesta tersebut. Peters yang memerankan Quicksilver di film X-Men tampil di Wandavision yang menjadi bagian dari MCU.

Evan Peters sebagai Quicksilver dalam X-Men: Apocalypse

Geger? Sudah pasti. Terlebih mulai muncul kilasan yang memperlihatkan Wanda dalam kostum Scarlet Witch.

Memasuki tiga episode terakhir, tensi cerita meningkat cepat. Tebakan demi tebakan pembaca terbukti, Agnes memperkenalkan diri sebagai Agatha Harkness dan diikuti jingle “Agatha All Along” yang susah diusir dari kepala seperti lagu “Let it Go” (FYI: komposernya sama). Buku Darkhold yang dipegang Agatha, pengembangan karakter Monica Rambeau.

Yap, ini perasan kita semua

Menyisakan satu episode pamungkas, ekspektasi makin menjadi. Apakah kita akan melihat semesta X-Men dan Avengers berdampingan, apakah benar ada Mephisto yang mengendalikan semuanya, dan bahkan Monica menjadi Captain Marvel selanjutnya. Diskusi dan teori di media sosial kian liar.

Hingga akhirnya episode kesembilan tayang, Marvel kembali meluruskan ekspektasi-ekspektasi tersebut. Secara sederhana: ada yang dipenuhi dan ada yang tidak terbukti.

Mungkin…. Mungkin saja begitu 😅😅😅

Ada yang susah payah membangun teori harus manyun melihat argumennya ambruk di episode sembilan.

Jangan salah, untuk penonton yang tidak punya banyak ekspektasi seperti saya, episode kesembilan itu sangat keren. Untuk tingkat serial televisi, suguhan aksi dan efek visual dari Wandavision seperti suguhan pas mudik lebaran: melimpah ruah.

Yap. Setuju.

Akhirnya muncul titik keseimbangan baru, para pembaca komik yang dimanjakan karena mereka bisa lebih relate dengan serial dan penonton awam seperti saya yang mengandalkan diskusi mereka setiap episode berakhir untuk menjawab pertanyaan “what the hell just happened?”

Kolaborasi dua jenis penikmat MCU ini jarang terjadi dan saya menikmatinya. Dan saya pun penasaran apakah serial The Falcon and the Winter Soldier yang mulai tayang 19 Maret mampu melanjutkan momentum yang dibangun Wandavision.

19 Maret 2021

Ekspektasi saya tidak banyak. Saya sendiri sempat skeptis dengan Wandavision sebelum menuliskan artikel sepanjang ini. Mari kita tunggu dua minggu lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *