
Seperti kena tonjok, itulah yang dirasakan sewaktu mendengar XL Axiata mengumumkan rencana menggelar layanan internet kabel yang mereka namakan XL Home Pow! pada awal Mei lalu. XL, yang selama ini akrab dengan layanan seluler untuk dipakai dengan perangkat seperti ponsel pintar, Mi-Fi, atau modem, kini bakal melayani internet hingga sampai ke rumah atau fiber to the home (FTTH).
Memang, inisiatif internet untuk dipakai rumahan secara stationary atau kebalikan dari mobile sudah pernah dilakukan oleh XL Axiata dalam bentuk layanan XL Home. Router yang mereka tawarkan pada pengguna memiliki slot kartu SIM untuk dimasuki sehingga layanan internet yang disediakan tetap dalam bentuk nirkabel atau wireless.
Dan kita semua tahu kelemahan teknologi nirkabel terletak pada posisi penerima sinyal. Apabila dikelilingi gedung tinggi atau memang lokasinya tidak berada di pusat jangkauan layanan, jangan harap layanannya berjalan dengan baik. Sementara teknologi kabel serat optik memastikan transfer data bisa berlangsung cepat dan tanpa gangguan, meski dengan beberapa catatan.
Frasa “seperti kena tonjok” yang memulai tulisan ini memang mewakili perasaan saya yang cukup rumit. Ada sisi positif maupun negatif sewaktu mendengarnya. Namun ada baiknya kita mulai dari yang positif dulu saja.
Semua tidak lepas dari momentum yang pas yang diambil oleh XL Axiata dengan memperkenalkan XL Home Pow! kepada publik. Kebutuhan akan layanan internet sedang tinggi dengan konsumen yang belum membangun loyalitasnya. Yang mereka butuhkan adalah layanan internet yang: (a) harganya terjangkau, (b) kencang, (c) gabungan keduanya, atau (d) tersedia di rumahnya.
Pasar di Indonesia sudah banyak diisi oleh para pemain internet kabel, tapi itu tidak berarti masalah selesai karena pencarian warga perkotaan di Indonesia akan penyedia layanan internet ideal menurut benak mereka (a-d) akan terus berlangsung.
XL Axiata tidak bisa dibilang terlambat masuk ke bisnis internet kabel di Indonesia, karena permintaan selalu ada dan muncul. Konsumen akan selalu penasaran dengan pemain baru, dan inilah peluang besar bagi XL Home Pow! menawarkan keunggulan mereka yakni layanan internet dengan kecepatan 300 Mbps dengan biaya langganan Rp 300.000 per bulan. Tanpa paket, nominal itu mencakup semua layanan internet yang ditawarkan XL Home Pow!
Harga dan penawaran dari layanan ini (selebihnya bisa dibaca di sini) bila dikomunikasikan dengan baik akan mengundang keributan yang diharapkan oleh penyelenggara jasa internet. Rasa penasaran akan membumbung dan diikuti keinginan untuk mencoba. Kebijakan menu produk yang sederhana bisa menjadi tonjokan yang lumayan telak.
Namun tidak berhenti di sana, para pelanggan XL Home Pow tidak saja menerima kabel optik ke rumah dan router untuk didistribusikan ke dalamnya, tanpa harus menambah lagi ada paket hiburan tambahan berupa satu unit set top box yang akan disertakan. Apa itu? Semacam perangkat Android yang dihubungkan dengan layar televisi melalui koneksi HDMI.
Apa yang terjadi setelah perangkat itu tersambung ke televisi? Layar televisi anda, meski membeli bukan varian Smart TV, akan memiliki kemampuan untuk mengakses aplikasi dan layanan dari Android. Dengan demikian dia bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang terpasang untuk mendapatkan konten-konten yang dinikmati berkat koneksi dari kabel fiber.
Ini adalah upaya yang cukup taktis dari XL Axiata demi memastikan nilai tambah bagi para pelanggannya. Bila anda seorang pengguna internet kawakan, koneksi kabel tentu sudah tidak perlu lagi ditanyakan bakal dipakai untuk apa. Tapi bagi pengguna umum, set top box ini menjadi perangkat yang bisa membimbing anda untuk mengonsumsi data yang disediakan lewat jalur infrastruktur internet.
Selengkapnya ini penjelasan dua orang petinggi yang fotonya ada di awal tulisan:
Saya berkesempatan untuk mencoba set top box dari XL Home Pow (meski saya masih menggunakan koneksi internet nirkabel dari penyedia lain *uhuk* Bolt! *uhuk*). Dan harus saya akui bahwa pengalamannya jauh lebih baik saat saya mencoba perangkat serupa seperti Chromecast atau Mi Box.
Dua nama yang disebut belakangan pernah saya coba dan kebingungan langsung menyapa begitu dihubungkan ke layar televisi. Betapa tidak, kita langsung disajikan dengan menu Android tanpa tahu harus melakukan apa (akhirnya berakhir ke aplikasi Youtube). Mi Box lebih parah karena saya langsung disuguhi katalog konten dari China (perangkat ini memang didistribusikan untuk China tapi beredar luas ke luar karena bisa dipasangi aplikasi lain untuk menonton konten).
Dengan perangkat set top box ini, saya tahu apa yang harus ditonton. Setidaknya pilihan-pilihan itu lebih jelas. Begitu perangkat selesai booting up, kita akan disuguhi katalog judul dari penyedia konten seperti CatchPlay, Iflix, Netflix dan sebagainya. Kita tidak lagi harus mengaktifkan aplikasinya lantas memilih judul konten.

Penyajian katalog ini mengingatkan saya pada navigasi saat memakai TV Kabel seperti MNC Vision. Sistem Electronic Program Guide (EPG) berupa daftar kanal yang bisa dipilih sementara ke kanan adalah acara-acara yang akan diputar pada jam tertentu. Dalam set top box ini, hal mirip ditemui, kanal bisa dipilih dengan bergerak atas maupun bawah, tapi bedanya kita bisa bergerak ke kiri atau kanan untuk memilih konten.
Jangan lupa, kontennya tidak lagi menunggu waktu tertentu, tapi sudah on-demand sesuai kebutuhan penonton.
Bagi saya seorang bapak dari anak berusia 3 tahun kurang, perangkat ini berguna untuk menyajikan konten kartun favoritnya. Si bungsu sedang gandrung dengan beberapa kartun seperti “Paw Patrol” atau “My Little Pony” dan keduanya tersedia oleh salah satu penyedia konten. Kini tidak perlu lagi menunggu acaranya diputar di layanan kabel, tinggal diputar sebanyak apapun.
Bagi saya hal itu lebih aman ketimbang di Youtube karena peluang “tersesat” lebih rendah. Tersesat? Bisa jadi setelah menonton video yang kita pilihkan, video yang diputar selanjutnya akan berdasarkan rekomendasi dari kebiasaan kita selanjutnya, atau terkecoh dengan video yang memiliki kata kunci yang serupa.
Dari sisi penampakan, set top box ini cukup manis untuk diletakkan di atas meja. Penampakannya seperti video unboxing yang saya buat beberapa saat sebelumnya:
Untuk istri yang sedang kerajingan drama Korea, ada layanan Iflix yang bisa ditonton. Dan bila kita punya waktu luang, bisa mengeskplorasi aplikasi-aplikasi yang dipasang melalui Play Store maupun Aptoide, ini seperti memiliki perangkat pintar untuk televisi anda.
Dan sekarang saatnya membahas beberapa catatan yang kurang mengenakkan.
Menyambung alinea saya sebelumnya, seluruh layanan-layanan yang saya nikmati itu tersedia berkat koneksi internet yang seharusnya disuplai melalui kabel serat fiber. Kini muncul masalah pertama: jangkauan. XL Home Pow! saat ini belum banyak menjangkau di Jabodetabek seperti wilayah pertama yang mereka sasar. Jangankan rumah saya di Tangerang Selatan, beberapa wilayah di Jakarta maupun perbatasan dengan Tangerang belum dilayani.
Tapi ini tinggal menunggu waktu saja. XL Axiata menjanjikan untuk terus melebarkan wilayah layanan mereka. Pernyataan ini memang menimbulkan sedikit kekhawatiran: apakah berarti jalanan bakal diobrak-abrik lagi demi menanam kabel?
Abhijit sendiri mengungkapkan bahwa caranya tidak selalu harus menanam kabel. Ada cara lain yang bisa dipergunakan seperti memanfaatkan jaringan listrik sehingga kabel bisa digelar di atas kepala.
Artinya, opsi yang kita dapatkan adalah sabar menanti. Bila datang ke situs mereka lantas meninggalkan alamat serta kontak, semoga itu bisa mendorong XL Axiata untuk memperluas jaringan ke arah rumah kita.
Baik, mari bergerak ke masalah kedua yakni konten. Beberapa konten yang masuk dalam katalog mengharuskan kita untuk memasang aplikasi maupun berlangganan secara terpisah. Misalkan Netflix, kita bisa melihat ada konten di katalog tapi harus langganan dulu. Begitu pula saat saya mencoba konten dari CatchPlay yang ternyata mengharuskan kita untuk verifikasi dengan sistem kependudukan di luar Indonesia.
Dave (yang ternyata pernah terlibat dalam film) menyatakan bahwa biaya langganan Rp 300.000 memang tidak termasuk langganan untuk konten yang dijual terpisah. Dengan kata lain, tarif langganan Rp 300.000 akan sepenuhnya dipakai untuk berlangganan dan menikmati konten yang gratis, bila ada langganan terpisah, silakan diatur sendiri.
“Dengan demikian, kita tidak lagi menghabiskan uang untuk mendapatkan layanan yang tidak pernah kita tonton,” ujarnya.
Dia mengingatkan bahwa set top box yang saya pergunakan adalah versi beta alias bukan versi terkini yang akan diterima oleh para calon pelanggan. Nantinya akan ada penyempurnaan, termasuk dibukanya fitur Kidz Mode yang diklaim bakal ramah untuk anak-anak.
Sekarang masalah ketiga: soal regulasi. Setahu saya tidak boleh ada entitas yang bisa menyelenggarakan layanan berbeda sekaligus. Ambil contoh Indosat dengan IM2 saat menggelar layanan Indosat Gig, atau Telkom dengan Indihome. Bagaimana dengan lisensi untuk menggelar layanan fiber, saat ini memang ditargetkan untuk kawasan Jabodetabek. Kapan melebarkan ke wilayah lain.
Untuk masalah ini, memang sebaiknya saya menunggu XL Home Pow! diperkenalkan secara komersial dalam beberapa waktu mendatang. Harusnya saat itu akan ada penjelasan yang utuh dan lengkap soal itu. Semoga juga akan menonjok!
makasih admin artikelnya sangat membantu
Syukurlah kalau membantu. Semoga bermanfaat.